Pendahuluan
Dalam sistem perpajakan modern, kerahasiaan data Wajib Pajak menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap otoritas pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki tanggung jawab hukum untuk melindungi setiap informasi yang bersifat pribadi dan finansial dari Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan. Perlindungan ini tidak hanya diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional, tetapi juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip internasional tentang perlindungan data dan kerahasiaan informasi pajak.
Landasan Hukum Kerahasiaan Data Wajib Pajak
Kerahasiaan data perpajakan diatur secara tegas dalam Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa setiap pejabat pajak wajib merahasiakan segala hal yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Selain itu, aturan pelaksanaannya juga tercantum dalam beberapa regulasi turunan seperti:
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penetapan Pejabat dan Tata Cara Permintaan, Pemberian, serta Pemanfaatan Informasi.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewajiban Menjaga Rahasia Jabatan.
Aturan-aturan tersebut memastikan agar setiap pegawai pajak, pihak ketiga, maupun lembaga lain yang bekerja sama dengan DJP tetap menjaga integritas dan kerahasiaan data Wajib Pajak.
Baca Juga: Pemanfaatan Big Data dalam Kepatuhan Pajak
Jenis Informasi yang Bersifat Rahasia
Informasi yang dikategorikan sebagai rahasia mencakup seluruh data, laporan, atau dokumen yang diterima DJP dari Wajib Pajak dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.
Beberapa di antaranya meliputi:
Data identitas pribadi atau badan usaha (seperti NPWP, alamat, jenis usaha).
Data penghasilan, aset, dan kewajiban yang dilaporkan dalam SPT.
Informasi transaksi keuangan, termasuk rekening, investasi, dan sumber dana.
Hasil pemeriksaan atau penyidikan pajak yang bersifat internal DJP.
Informasi-informasi ini hanya dapat digunakan untuk kepentingan administrasi perpajakan, dan tidak boleh disebarluaskan kepada pihak lain tanpa dasar hukum yang sah.
Pihak yang Wajib Menjaga Kerahasiaan
Kewajiban menjaga kerahasiaan tidak hanya berlaku bagi pegawai DJP, tetapi juga untuk:
Pegawai Kementerian Keuangan,
Petugas administrasi perpajakan di instansi lain,
Konsultan pajak atau pihak ketiga yang menerima akses data dalam rangka kerja sama,
Pihak yang memperoleh data dari hasil pertukaran informasi otomatis (AEOI).
Semua pihak tersebut terikat oleh sumpah jabatan serta peraturan perundang-undangan yang mewajibkan untuk tidak mengungkapkan informasi tanpa izin resmi.
Pengecualian dalam Kerahasiaan Pajak
Meskipun bersifat rahasia, UU KUP memperbolehkan pembukaan data Wajib Pajak dalam kondisi tertentu. Pengecualian ini diatur untuk menjamin kepentingan publik dan penegakan hukum, seperti:
Permintaan aparat penegak hukum, dalam rangka penyidikan tindak pidana tertentu.
Pertukaran informasi antarnegara, berdasarkan perjanjian pajak internasional (Tax Treaty) atau perjanjian pertukaran informasi (Exchange of Information).
Proses pemeriksaan di pengadilan pajak, bila diperlukan sebagai alat bukti resmi.
Audit internal dan pengawasan keuangan negara, jika ada ketentuan yang mewajibkan pengungkapan data.
Namun, setiap permintaan pembukaan informasi harus melewati mekanisme perizinan resmi dari Menteri Keuangan, yang menjamin agar data tidak disalahgunakan.
Perlindungan Data di Era Digitalisasi Pajak
Dengan semakin terintegrasinya sistem perpajakan melalui platform Coretax, e-Filing, dan e-Faktur, DJP memperkuat sistem keamanan sibernya.
Langkah-langkah seperti enkripsi data, sistem otentikasi berlapis, dan audit akses internal diterapkan untuk memastikan data Wajib Pajak aman dari kebocoran maupun akses tidak sah.
Selain itu, Indonesia juga telah beradaptasi dengan prinsip Automatic Exchange of Information (AEOI), di mana DJP bertukar data keuangan lintas negara secara aman, terenkripsi, dan hanya untuk tujuan perpajakan.
Kesimpulan
Kerahasiaan data Wajib Pajak bukan hanya kewajiban administratif, melainkan juga bentuk komitmen moral dan hukum antara pemerintah dan masyarakat. Dengan menjaga integritas dan keamanan data, DJP berupaya menciptakan iklim perpajakan yang transparan, adil, dan terpercaya.
Bagi Wajib Pajak, pemahaman terhadap hak atas kerahasiaan data juga menjadi bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan dalam memenuhi kewajiban pajak secara sukarela dan patuh.