Pendahuluan
Transformasi digital perpajakan di Indonesia membuat pelaporan pajak kini semakin mudah dan efisien. Namun, kemudahan itu hanya dapat dimanfaatkan secara optimal jika Wajib Pajak memahami jenis formulir dan sistem pelaporan yang tepat, terutama untuk PPh Pasal 26 — pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dari sumber penghasilan di Indonesia.
Bagi pengusaha, badan usaha, maupun perusahaan perorangan yang bertransaksi lintas negara, memahami jenis SPT yang sesuai untuk pelaporan PPh Pasal 26 menjadi hal yang sangat penting. Kesalahan dalam penggunaan formulir atau sistem pelaporan dapat mengakibatkan sanksi administrasi hingga pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dasar Hukum PPh Pasal 26
Ketentuan mengenai PPh Pasal 26 diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP),
serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU PPh, Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan pajak sebesar 20% dari jumlah bruto atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia, kecuali jika perjanjian penghindaran pajak berganda (Tax Treaty) menentukan tarif yang lebih rendah.
Jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 meliputi:
Dividen, bunga, dan royalti,
Sewa atas harta bergerak maupun tidak bergerak,
Imbalan jasa, hadiah, pensiun, dan pembayaran lain kepada WPLN.
Jenis SPT untuk Pelaporan PPh Pasal 26
Pelaporan pajak atas PPh Pasal 26 dilakukan melalui SPT Masa PPh Unifikasi menggunakan formulir elektronik (e-Bupot Unifikasi) yang tersedia di sistem DJP Online atau Coretax.
Terdapat dua jenis utama SPT yang digunakan:
1. SPT Masa PPh Unifikasi
Digunakan untuk melaporkan pemotongan pajak atas transaksi antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri (Non-Residen).
Pelaporan dilakukan melalui menu e-Bupot Unifikasi dengan memilih jenis pajak PPh Pasal 26.
Format file yang digunakan adalah XML sesuai ketentuan PER-24/PJ/2021 tentang Tata Cara Pembuatan
2. SPT Masa PPh 26 (Khusus untuk Transaksi Luar Negeri)
Diperuntukkan bagi pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima WPLN tanpa BUT (Bentuk Usaha Tetap).
Disampaikan secara elektronik menggunakan aplikasi e-Bupot PPh 26.
Wajib melampirkan dokumen pendukung seperti:
Bukti Potong PPh 26 (Formulir 1771-VI),
Surat keterangan domisili (SKD) dari negara mitra Tax Treaty,
Bukti pembayaran melalui e-Billing.
Pelaporan SPT ini wajib dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan PMK Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax).
Baca Juga: Panduan Singkat Lapor SPT Tahunan Online via PJAP
Langkah Praktis Lapor PPh Pasal 26 Secara Online
Untuk memastikan kepatuhan pajak, berikut langkah-langkah penting yang perlu diikuti oleh pengusaha atau WP Badan:
Aktifkan akun DJP Online & EFIN
Pastikan NPWP dan data perusahaan telah terhubung ke sistem DJP Online/Coretax.Pilih jenis SPT Masa yang sesuai
Pilih “SPT Masa PPh Unifikasi” atau “SPT Masa PPh 26” di portal DJP Online.Input Bukti Potong Elektronik (e-Bupot)
Buat Bupot untuk transaksi yang melibatkan WPLN sesuai jenis penghasilan (dividen, bunga, royalti, dll).Gunakan e-Billing untuk pembayaran
Buat Kode Billing melalui DJP Online sesuai dengan KAP/KJS PPh 26.Laporkan secara elektronik
Kirimkan SPT dan lampirkan dokumen pendukung dalam format XML sebelum batas waktu pelaporan.Simpan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE)
Dokumen ini merupakan bukti sah pelaporan pajak secara online.
Sanksi Jika Terlambat atau Salah Lapor
Keterlambatan atau kesalahan dalam pelaporan SPT Masa PPh 26 dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 7 ayat (1) UU KUP berupa denda administratif sebesar Rp100.000.
Selain itu, apabila terdapat kekeliruan dalam penghitungan atau pelaporan, DJP dapat melakukan pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU KUP.
Kesimpulan: Pilih Jenis SPT yang Tepat, Hindari Risiko Pajak
Pelaporan PPh Pasal 26 bukan sekadar rutinitas administratif, tetapi bagian penting dari kepatuhan hukum dan kredibilitas bisnis Anda di mata otoritas pajak.
Dengan memahami jenis SPT yang tepat — baik SPT Masa PPh Unifikasi maupun SPT Masa PPh 26 khusus transaksi luar negeri — pengusaha dapat memastikan seluruh kewajiban pajaknya terlaksana dengan benar, tepat waktu, dan sesuai ketentuan.
Sebagai pelaku usaha di wilayah INDONESIA, pastikan Anda dan tim keuangan selalu mengikuti update regulasi dari Direktorat Jenderal Pajak, terutama implementasi sistem Coretax DJP 2025, agar bisnis Anda tetap efisien dan patuh pajak.


