Pendahuluan
Panduan Praktis untuk Pengusaha dan Badan Usaha
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan dalam kegiatan tertentu, seperti impor barang, pembelian barang oleh instansi pemerintah, serta penjualan barang tertentu oleh badan usaha. Pajak ini berperan penting dalam menjaga kepatuhan fiskal dan menjadi bagian dari mekanisme pemungutan pajak yang menyasar transaksi perdagangan.
Bagi para pengusaha, perusahaan perorangan, dan badan usaha—khususnya yang beroperasi di wilayah INDONESIA—memahami cara menghitung dan melaporkan PPh 22 secara benar bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga strategi untuk menghindari sanksi perpajakan yang dapat merugikan bisnis.
Apa Itu PPh Pasal 22?
PPh 22 adalah pajak yang dipungut oleh:
Bendahara pemerintah,
BUMN/BUMD,
Badan usaha tertentu,
Atas kegiatan impor atau penjualan barang yang tergolong strategis.
Pungutan ini bersifat withholding tax—yaitu dipotong atau dipungut di awal transaksi oleh pihak tertentu, lalu disetorkan ke kas negara.
Siapa yang Wajib Dipungut dan Memungut?
Berikut beberapa skenario umum:
Pemungut Pajak | Objek Transaksi | Subjek Terutang |
---|---|---|
Bendahara pemerintah | Pembelian barang | Penjual (rekanan) |
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai | Impor barang | Importir |
Badan usaha tertentu (dealer mobil, BUMN, dsb.) | Penjualan barang tertentu | Pembeli barang |
Tarif PPh 22 Terbaru (Sesuai PMK No. 34/PMK.010/2017 dan Ketentuan DJP)
Objek Pajak | Tarif PPh 22 | Keterangan |
---|---|---|
Impor dengan API | 2,5% dari nilai impor (CIF + Bea Masuk) | Bisa dikreditkan |
Impor tanpa API | 7,5% | Lebih tinggi karena dianggap bukan pemakai langsung |
Penjualan hasil produksi BUMN tertentu | 1,5% dari DPP PPN | Jika memiliki NPWP |
Pembelian oleh instansi pemerintah | 1,5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN) | Berlaku untuk semua rekanan |
Cara Menghitung PPh 22
Contoh 1: Penjualan ke Instansi Pemerintah
Harga barang: Rp100.000.000
Tidak termasuk PPN
PPh 22 = 1,5% × Rp100.000.000 = Rp1.500.000
Contoh 2: Kegiatan Impor oleh Importir Ber-NPWP
Nilai CIF: Rp200.000.000
Bea masuk: Rp20.000.000
Nilai dasar pungutan: Rp220.000.000
PPh 22 Impor = 2,5% × Rp220.000.000 = Rp5.500.000
Baca Juga: https://www.smrkonsultan.com/panduan-lengkap-menghitung-pajak-penghasilan-pph/
Cara Lapor SPT Masa PPh 22
Wajib pajak yang memungut atau dipungut PPh 22 wajib melaporkan SPT Masa PPh 22 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Langkah-langkah Lapor SPT PPh 22:
Login ke akun DJP Online (https://djponline.pajak.go.id) atau melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.
Pilih jenis pajak: PPh Pasal 22.
Isi identitas dan rincian pemungutan: Sesuaikan dengan bukti potong yang telah dibuat.
Unggah file CSV atau input manual.
Validasi dan submit SPT.
Simpan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda SPT telah diterima DJP.
Batas Waktu Bayar dan Lapor
Jenis Pemungut | Bayar | Lapor |
---|---|---|
Bendahara Pemerintah | Hari kerja berikutnya | 14 hari setelah akhir bulan |
Importir (melalui Bea Cukai) | Saat impor (PIB) | Akhir minggu berikutnya |
WP Badan Umum | Maks. tanggal 10 bulan berikutnya | Maks. tanggal 20 bulan berikutnya |
Risiko Jika Tidak Lapor atau Terlambat
Denda administrasi: Rp100.000 per keterlambatan pelaporan SPT Masa.
Sanksi bunga: Sesuai Pasal 8 dan 9 UU KUP.
Pemeriksaan Pajak: Potensi audit oleh DJP jika ditemukan ketidaksesuaian data.
Tips Kepatuhan Pajak untuk Pebisnis
✅ Gunakan aplikasi resmi seperti e-Bupot Unifikasi atau Klikpajak untuk mempermudah pembuatan bukti potong dan pelaporan.
✅ Arsipkan semua transaksi dan dokumen pendukung secara digital.
✅ Buat pengingat rutin menjelang tanggal 10 dan 20 setiap bulan.
✅ Konsultasikan perhitungan pajak Anda secara berkala dengan konsultan pajak terpercaya.
Kesimpulan
Mengelola dan melaporkan PPh 22 dengan benar adalah langkah penting bagi setiap pelaku usaha yang ingin menjalankan bisnis secara profesional dan patuh hukum. Dengan memahami ketentuan tarif, cara hitung, serta mekanisme pelaporan yang tepat waktu dan akurat, Anda tidak hanya menghindari sanksi, tetapi juga membangun reputasi bisnis yang kuat di mata fiskus.