Pendahuluan
Dalam sistem perpajakan modern, Faktur Pajak elektronik (e-Faktur) menjadi elemen penting bagi setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP). Melalui e-Faktur, wajib pajak dapat melaporkan dan mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara resmi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Namun, tak banyak yang menyadari bahwa akses pembuatan Faktur Pajak dapat dinonaktifkan oleh DJP, terutama jika PKP tidak memenuhi ketentuan tertentu.
Artikel ini akan membahas dua aturan utama yang mengatur penonaktifan akses e-Faktur, agar Anda – baik sebagai pengusaha, perusahaan perorangan, maupun badan usaha – dapat menghindari sanksi administrasi serta menjaga kelancaran kegiatan usaha Anda.
1. Aturan Penonaktifan Berdasarkan PMK Nomor 18/PMK.03/2021
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2021 merupakan salah satu dasar hukum penting dalam pengelolaan hak dan kewajiban perpajakan.
Dalam beleid ini, DJP berwenang menonaktifkan sertifikat elektronik PKP, yang secara otomatis akan menghentikan akses ke sistem e-Faktur.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan penonaktifan tersebut antara lain:
PKP tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama 3 masa pajak berturut-turut.
PKP tidak bertransaksi atau tidak menerbitkan Faktur Pajak dalam jangka waktu tertentu tanpa pemberitahuan.
PKP dinyatakan tidak aktif secara administrasi atau dalam proses pencabutan pengukuhan oleh DJP.
📌 Dampak langsung:
Setelah akses e-Faktur dinonaktifkan, PKP tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak Keluaran sehingga seluruh transaksi PPN tidak dapat dikreditkan oleh lawan transaksi (pembeli).
Hal ini tentu akan mempengaruhi kepercayaan mitra bisnis dan kelancaran arus kas perusahaan.
Baca Juga: e-Faktur 3.0: Cara Update & Aturan Baru
2. Aturan Penonaktifan Berdasarkan PER-03/PJ/2022
Selain PMK 18/2021, ketentuan teknis juga diatur lebih lanjut dalam PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak, Nota Retur, dan Dokumen Tertentu yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Peraturan ini menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak berhak menonaktifkan akun e-Faktur PKP bila ditemukan:
PKP tidak menyampaikan SPT Masa PPN,
PKP terindikasi tidak bertransaksi secara wajar,
atau terlibat penyalahgunaan Faktur Pajak (misalnya penerbitan Faktur Pajak fiktif).
DJP memiliki sistem pengawasan berbasis coretax system dan data analitik yang mampu mendeteksi aktivitas penerbitan faktur tidak wajar. Jika ditemukan indikasi tersebut, DJP dapat langsung melakukan blokir sementara akses e-Faktur tanpa pemberitahuan panjang.
📌 Catatan penting:
Penonaktifan akses tidak bersifat permanen. PKP dapat mengajukan reaktivasi dengan cara:
Menyampaikan SPT Masa PPN yang tertunda,
Memperbarui data usaha melalui KPP tempat PKP terdaftar, dan
Mengajukan permohonan reaktivasi sertifikat elektronik sesuai prosedur DJP.
Tips Agar Akses e-Faktur Tidak Dinonaktifkan
Untuk menghindari penonaktifan akses Faktur Pajak, PKP sebaiknya:
Disiplin melaporkan SPT Masa PPN setiap bulan meski nihil,
Memastikan seluruh transaksi tercatat dan valid,
Memelihara sertifikat elektronik aktif, dan
Memantau pemberitahuan resmi dari DJP melalui email, e-registrasi, atau laman resmi DJP.
Langkah-langkah ini tidak hanya menjaga kepatuhan, tetapi juga melindungi reputasi bisnis di mata klien dan mitra usaha.
Kesimpulan
Penonaktifan akses e-Faktur bukan sekadar sanksi teknis, tetapi peringatan administratif bahwa PKP wajib menjaga kepatuhan pajak secara konsisten.
Melalui pemahaman terhadap dua aturan utama — PMK 18/2021 dan PER-03/PJ/2022 — setiap pengusaha dapat memastikan akses e-Faktur tetap aktif, transaksi bisnis berjalan lancar, dan kepercayaan mitra usaha tetap terjaga.


